Jumat, 11 Maret 2022

REVIEW BUKU YUNI


Nama Penulis: Ade Ubadil, Kamila Andini
Tahun Terbit: 2022
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 166 hlm
ISBN: 978-602-06-5862-9


Sastra merupakan salah satu wadah seni yang menggunakan bahasa sebagai medium atau sarananya. Melalui Sastra kita mengenal banyak informasi didalam dunia ini yang dibungkus dalam sebuah buku atau bacaan digital (yang dewasa ini lebih digemari). Indonesia sendiri memiliki banyak karya sastra yang menakjubkan, melahirkan sastrawan – sastrawan yang namanya harum di kalangan masyarakat. Terlepas dari minimnya budaya membaca dikalangan masyarakat Indonesia, karya – karya sastra Indonesia semakin hari semakin luar biasa. 


Banyak tema – tema berani yang kemudian diangkat dan diracik kedalam sebuah karya fiksi. Tema – tema ini biasanya sebuah fenomena nyata dalam masyarakat, sedang karya fiksi hanya seragam untuk membaluti tema tersebut agar dapat dicerna dengan mudah oleh masyarakat. Buku Yuni sebuah novel adaptasi dari skenario film karya Kamila Andini dan ditulis oleh Ade Ubadil merupakan salah satu bentuk sastra yang terinspirasi dari fenomena masyarakat yang dibungkus dalam cerita fiksi. Yuni merupakan  sebuah karya tulis yang mengangkat tema Perempuan.

Ketika membaca buku ini aku tidak berhenti mengernyitkan kening, menghela nafas, atau termenung dengan fikiran yang berkecamuk . Sebagai perempuan aku seolah membaca diriku sendiri, atau membaca bagian dari diriku yang lain.  Diawali dengan cerita “Tes Keperawanan” di halaman 8, tokoh Yuni merupakan anak SMA tahun terakhir yang  sudah cukup matang untuk aktivitas seks. Sehingga sekolah hendak membuat peraturan tes keperawanan untuk menghindari pergaulan bebas dikalangan remaja. Menghindari seks bebas itu adalah dobrakan yang bagus, namun tes keperawanan bukan suatu hal yang mulia (menurutku pribadi). 

Aku tidak setuju, bukan karena aku pro akan seks bebas, tapi tubuh setiap individu manusia adalah hak mutlak yang dimiliki oleh tiap – tiap manusia. Tidak ada yang berhak mengatur bagaimana seseorang harus memperlakukan tubuhnya, alih – alih mewajibkan siswa untuk tes keperawanan lebih baik jika siswa diberi edukasi seks (edukasi cara kerja reproduksi dan anggota tubuh, edukasi bagaimana cara menjaga tubuh) baik secara ilmiah dan agama. Tanpa informasi dan ilmu yang jelas sebuah peraturan akan menyesatkan siswa sehingga memancing rasa penasaran yang akan membentuk karakter memberontak di dalam diri mereka. 

Pola fikir masyarakat sekitar Yuni juga tidak mendukung dirinya menjadi individu yang berkembang, semua bentuk kebiasaan, adat, dan kepercayaan tak berdasar menjadi satu – satunya panduan hidup yang di pegang kuat, misalnya; 1). menolak lamaran seorang pria untuk seorang gadis hukumnya pamali(sesuatu tabu yang tidak boleh dilanggar) dan akan memberi ketidak beruntungan bagi si gadis yang menolak lamaran. Pemikiran semacam ini dengan nyata tumbuh berakar dalam elemen masyarakat kita, adat tidak berdasar ini menolak untuk diganti dengan pemikiran – pemikiran baru yang lebih matang; menikah adalah ibadah sepanjang masa yang dilakukan dengan penuh pertimbangan bagi kedua belah pihak. Menjadi pasangan suami istri membutuhkan motivasi dan mental yang sejalan, menjadi ibu dan ayah juga membutuhkan keadaan mental dan fisik yang sehat,  sehingga menerima lamaran seseorang harus diikuti dengan berbagai macam pertimbangan yang matang. 2). Menempuh pendidikan  yang tinggi hanya akan buang – buang waktu bagi perempuan. Karna perempuan lahir dan tumbuh untuk menjadi istri, melahirkan, mengurus anak dan suami.
 

Dalam cerita Yuni, lamaran datang dari seorang anak tetangga yang baru diangkat menjadi mandor di pabrik. Tidak pernah bertemu, berbicara, bertukar fikiran dalam waktu yang lama dengan Yuni lantas berani melamar Yuni karna tertarik dengan penampilan “fisik”nya dalam pertemuan singkat yang tidak disengaja. Lamaran ke-dua datang dari saudara salah – satu teman dekat Yuni yang usianya sebaya dengan ayah Yuni. Lamaran itu dibawa sebagai pernikahan kedua bagi si bapak, Yuni dilamar dengan tawaran uang yang cukup banyak sehingga membuat lamaran itu lebih mirip seperti adegan jual-beli daripada kegiatan sakral. Yuni yang memiliki cita – cita besar untuk sekolah Tinggi kemudian menolak semua lamaran tersebut, namun keputusan dan prinsip nya menjadi buah bibir orang – orang sekitar sehingga menimbulkan karakter yang rentan bagi Yuni.

Fenomena diatas tidak hanya menumbuhkan sistem patriaki dalam masyarakat namun  juga rasa muak bagi individu muda. Gadis itu merasa muak, sehingga membentuk pemberontakan untuk dirinya sendiri. Yuni melakukan hubungan seksual bersama salah – satu teman sekolahnya tanpa paksaan. Aktifitas ini jelas tidak benar, namun dari sini Yuni menggambarkan bahwa dia adalah satu- satunya pemilik tubuhnya sendiri. Satu – satunya pemenang yang berhak memiliki jiwa dan raganya, memiliki keputusannya sendiri, memiliki kehidupannya sendiri. 

Buku Yuni memberikan gambaran jelas atas fenomena yang dihadapi wanita dalam sistem kehidupan bermasyarakat.  Perempuan diminta memenuhi standar yang cukup banyak seperti; tidak boleh memakai pakaian yang terbuka karna akan memancing syahwat, memancing pemerkosaan, tidak boleh sekolah tinggi karna akan buang -buang waktu, tidak boleh telat menikah karna akan menimbulkan image jelek, tidak boleh bekerja di bidang yang sama dengan laki laki, harus pintar memasak, harus melahirkan anak, harus mengurus rumah tangga. Standar ini seakan mencetak wanita sebagai produk dan merebut hak istimewa mereka untuk hidup. Padahal Tuhan menciptakan manusia dengan 2 jenis kelamin berbeda, dimana Tuhan memberikan hak yang sama untuk keduanya. Lantas , kita manusia sebagai ciptaan Tuhan mengapa berani membentuk dan membatasi hak hidup manusia lainnya ? 

Buku ini bukan berisi keluhan wanita atau meneriaki laki – laki sebagai makhluk patriaki. Buku ini hadir untuk membuka mata kita lebih lebar sehingga dapat merubah pola pikir outdate menjadi update. 



Salam hangat dari kerajaan yang jauh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post