Tampilkan postingan dengan label satelit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label satelit. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Desember 2015

Untukku


UNTUKKU


Suatu hari aku pernah bertanya pada ibu mengapa namaku Putri, padahal kami tidak punya istana, ayahku tidak punya rakyat untuk dipimpin, dan ibuku tidak punya mahkota. Aku datang dan berdiri di tengah- tengah dapur ketika ibuku sedang memasak,”Mengapa namaku Putri?” kedua tangan kulipat didepan dada, biasanya orang dewasa akan melakukan hal seperti itu ketika mereka menuntut sebuah pertanyaan untuk dijawab, segera!
Ibu berputar- putar didapur seperti yang setiap hari dilakukannya untuk menyiapkan ramuan yang akan kami santap bersama- sama siang nanti. “Mengapa namaku Putri?” aku mengulang pertanyaaku dengan hidung yang kukerutkan seperti mencium bau busuk. Kemudian ibu menoleh padaku dan tertawa kecil.
“Karna aku suka dengan nama itu.” katanya sambil mencubit ujung hidungku dan berlalu menuju sepanci besar sesuatu yang mendidih di dalamnya.
“Mengapa tidak nama yang lain? seperti—“ aku berfikir sejenak mencoba merangkai nama- nama yang mungkin saja terdengar bagus untuk diriku. “Seperti Ayam, curut, bebek, angsa, monyet, kucing, atau bekantan?—“ sambung ibu ditengah- tengah kepalaku yang masih berputar untuk berfikir. “Kau mau kuberi nama seperti itu? atau Hiu atau Paus atau, oh, Tuna, kau suka Tuna, kan?”
Aku tertawa, kami berdua tertawa membayangkan bagaimana jika saja dulu namaku Ayam, atau Bekantan , atau bahkan yang lebih mengerikan Hiu. Bisa- bisa saja aku tidak diterima di sekolah manapun, atau akan menjadi karung tinju orang- orang untuk diolok-olok. Kupikir semua pertanyaanku sudah jelas terjawab sampai…… sesuatu yang sering terjadi muncul kembali dalam kepalaku.
“Tapi, mengapa harus Putri?” pertanyaan itu sudah bergulung dalam kepalaku sejak pulang sekolah tadi, dan terus memenuhi mulutku untuk segera dimuntahkan.
“Karna kau seperti seorang Putri.”
Aku menunduk, menatap jari- jari kakiku yang berkerut karna terlalu lama berkeringat didalam sepatu. Meremas-remas ujung kemeja seragam taman kanak- kanakku. “Tapi, Diana tidak berfikir seperti itu, Diana bilang aku tidak seperti Putri.” Seharusnya—persetan—dengan jin cilik itu. Seharusnya aku harus menjadi tuli ketika berhadapan dengannya. Seharusnya aku harus menendang perutnya ketika dia menjulurkan lidahnya didepanku. Seharusnya aku harus menonjok  hidungnya keras- keras sampai berdarah ketika dia mengambil mainanku dan membuang botol minumanku. Seharusnya aku…..aku…..
Kemudian ibu berjongkok didepanku, mengusap ubun-ubunku dan menarik daguku mendongak menghadapnya “Kau tahu, ketika kau lahir kami mencari nama yang cocok untukmu berhari- hari. Kami berganti nama setidaknya lima kali karna kau terus- terusan sakit dan keadaanmu memburuk. Kemudian kami menemukan nama ini, dan siang malam aku berdoa semoga saja nama ini bisa membantumu bertahan karna aku tidak ingin kehilanganmu, aku menaruh harapan terbesarku didalam nama tersebut—Putri. Dan lihatlah sekarang, siapa yang berdiri didepanku dengan baju seragam sekolah bau keringat?” ibu mengelus kepalaku lagi.
“Aku tahu kau akan bertahan bersama dengan harapanku, dan tumbuh menjadi keras kepala dan menjengkelkan, suatu hari kau akan memanjangkan rambutmu dan menumbuhi poni,suatu hari kau akan berusia 17, suatu hari kau akan kecewa dan menagis, suatu hari kau akan gagal dan berhasil, dan sebelum bahkan ketika hari- hari itu datang kau akan terus menjadi seorang Putri untukku. Diana tidak akan pernah tahu itu, karna dia hanya mencarimu didalam buku cerita; mengenakan gaun yang indah, sepatu kaca, wajah yang cantik, tidur didalam istana, sempurna. Kau tidak akan menjadi salah satu dari hal- hal tersebut, karna kau adalah dirimu dan kau melebihi dari pada itu.”
“Kau tidak akan menjadi sesuatu yang mereka putuskan, You Will become a Princess like you should be, with all of your flaw and  beautiful. Sometime, something just only can be found when we trying to feel it not see it. And you always become Princess what ever you form for me.”


nb:tulisan yang hanya sekedar tulisan, mungkin.

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post