Kebudayaan merupakan harta berharga suatu bangsa yang
didapat dari perjalanan hidup mereka, didapat dari pengalaman – pengalaman
dalam hidup bersama kelompok masyarakat. Budaya kemudian diterapkan dan menjadi
sebuah identitas dasar masyarakat itu sendiri.
Indonesia, merupakan negara Asia tenggara yang
dilintasi garis khatulistiwa yang memiliki ragam suku, bahasa, adat, dan
budaya. Indonesia sendiri terdiri dari 34 provinsi dengan lebih dari 1.000
suku/etnis. Tidak heran jika adat yang dimiliki beragam macamnya. Dan kali ini
saya tertarik untuk meenulis sedikit tentang kebudayaan dari suku Toraja.
Toraja merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara sulawesi selatan,
indonesia. Populasinya diperkirakan mencapai 1 juta jiwa, yang mana 500ribu
diantaranya masih menetap di kabupaten tana toraja, kabupaten toraja utara, dan
kabupaten mamasa. Mayoritas dari masyarakatnya memeluk kriten dan sebagain lagi
memeluk islam dan animisme yang dikenal sebagai Aluk To dolo.
Kata toraja berasal dari bahasa bugis, ro riaja, yang berarti “orang yang
berdiam di negeri atas”. Pada tahun 1909 pemerintah kolonial Belanda yang saat
itu menjajah indonesia menamai suku ini dengan sebutan Toraja. Suku Toraja
terkenal dengan ritual pemakaman, rumah adat tongtokan, dan ukiran kayunya.
Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang ritual
pemakaman suku toraja. Sejak duduk dibangku sekolah dasar, setiap kali mebaca
buku dan menemukan penjelasan tentang suku toraja, saya sangat terkesima, akan
ritual dan kebudayaannya. Kemudian terbersit di dalam hati betapa indonesia ini
sangat kaya sebenarnya.
Ritual pemakana suku toraja merupakan peristiwa sosial
yang sangat penting, biasanya di hadiri oleh ratusan orang dan berlangsung
sampai beberapa hari. Disebut dengan ritual Ma’nene,
yaitu ritual mengganti baju mayat dari leluhur mereka yang sudah diawetkan
ratusan tahun di dalam pemakaman yang disebut petane. Ritual ini dilakukan untuk menghormati leluhur mereka,
bisanya dilakukan setelah masa panen dibulan agustus.
Ritual dimulai dengan mengunjungi pemakaman para
leluhur, sebelum membuka kuburan para tokoh adat dengan sebuatan Ne’ tomina terlebih dahulu membacakan
doa dalam bahasa Toraja kuno. Doa tersebut dimaksudkan untuk memohon izin
kepada leluhur agar masyarakat mendapat rahmat keberkahan setiap musim tanam
dan panen berlimpah. Kemudian jasad para leluhur dikeluarkan dan dibersihkan
dengan kuas oleh pihak keluarga, kemudian baju mayat dilepas dan digantikan
dengan baju yang baru. mayat pria akan dipakaikan setelan jas lengkap, dari dasi
hinggga kaca mata.
picture taken from : http://blog.8share.com/id/menyeramkan-tradisi-manene-di-tana-toraja/
|
picture taken from : http://blog.8share.com/id/menyeramkan-tradisi-manene-di-tana-toraja/ |
Ritual Ma’nene ini diyakini bermula dari kisah seorang
pemburu zaman dahulu bernama Pong Rumasek. Berdasarkan kisahnya Pong Rumasek
yang merupakan warga Toraja menemukan jasad manusia yang sudah meninggal ketika
dia berburu. Jasad yang tinggal tulang – belulang tersebut kemudian menggugah
hati Pong Rumasek untuk mengambil dan merawat jasad tersebut. Kemudian ia
membungkus jasad tersebut dengan pakaian yang dikenakannya sebelum kembali
berburu.
Setelah kejadian itu Pong Rumasek mendapat
keberuntungan dalam setiap buruannya. dia selalu mendapat binatang buruannya
dengan mudah dan keajaibanpun terjadi pada hasil panennya yang berlimpah. Pong
juga mengakui bahwa dia sering bertemu dengan arwah dari jasad yang
dipungutnya, dan sering mengajak arwah tersbeu untuk berbubru bersama. Sejak itu
Pong Ramasek menyimpulkan bahwa jasad dari seorang yang sudah meninggal harus
tetap dimuliakan walaupun tinggal tulang belulang.
Oleh sebab itu, sampai saat ini ritual memuliakan
jasad yang sudah meninggal tetap diselenggarakan oleh warga toraja.