Bedasarkan saran dari teman sekamar saya yang
mengatakan bahwa hal yang paling kecil dalam hidupmu adalah hal yang paling
baik untuk ditulis kedalam tulisan. Selain tidak akan membuang waktumu
megumpulkan bahan, itu juga dapat mengingatkanmu kembali bahwa banyak kebiasan
baik masa lalu yang mungkin saja kau lupakan.
Well, jika berbicara tentang masa kecil, yang
terlintas didalam kepalaku adalah…. Errrrrr….adalah…errrrrrr….. (I lost memory
for while) adalah belajar hal- hal kecil yang ternyata berguna sampai kapanpun
dan dimanapun. Bahkan tanpa disadari hal – hal kecil tersebut kemudian berperan
sebagai pembentukan jati diri dia masa depan. Sebagai seorang indonesia, yang
lahir dari pencampuran Aceh, Batak ,Melayu, saya terbiasa menggunakan bahasa indonesia
dari kecil (hanya ketika dewasa baru belajar menggunakan bahasa daerah). Ini juga
yang kemudia menjadi alasan utama mengapa bahasa indonesia lebih dominan dalam
kehidupan sehari – hari saya saat masa kanak – kanak.
Ibu dari ayah saya adalah seorang batak mandailing,
dengan logatnya yang khas sangat tidak mungkin untuk berkomunikasi dengan
beliau selain bahasa indoensia. Dan Nenek ayah saya adalah seorang keturunan
Melayu Deli, lagi – lagi bahasa indonesia yang menjadi jembatan untuk kami
berkomunikasi.
Jadi, bukan bahasa yang akan saya bahas di sini
(ahhhhh kentang , hahahaha ) melainkan tatakrama saat kecil yang saya dapat
dari orang tua dan keluarga saya. Semacam peraturn didalam rumah; cara bicara,
cara bersikap, cara makan yang baik, cara duduk yang benar, cara berinteraksi
dengan orang yang lebih tua dan sebagainya, dan jika saya boleh jujur saya
bukan anak yang penurut dan baik banget, kadang – kadang Home’s rule masi
sering dilanggar alhasil sering banget kena marah. well, berani kena marah itu
baik!
Yang paling menarik bagi saya dalam tatakrama anak –
anak di indonesia adalah; mencium punggung tangan orang yang lebih tua ketika
menyalami mereka. Ingat kejadian di final dunia Danone Nation Cup di Prancis? Dimana
anak – anak indonesia yang bergabung dalam U- 12 mencium punggung tangan wasit
ketika mereka bersalaman. Sebagian menganggap itu kocak, tapi nyatanya itu
dapat pujian. Nah, itu dia, kebiasaan yang seperti itu yang menjadi ciri khas
indonesia dan hanya ada di indonesia. Tradisi mencium punggung tangan itu
dilakukan atas dasar sifat hormat kepada orang yang lebih tua. Di sekolah
misalnya, anak sekolah dasar biasanya akan memulai kegiatan belajar sesudah
berbaris dan menyalami guru mereka dengan mencium punggung tangan. Konsep pemikirannya,
mencium punggung tangan guru seperti meminta izin untuk dibimbing menjadi anak
yang lebih baik dan berguna. Menghormati guru juga akan membawa keberkahan
nantinya.
Seperti yang saya bilang di atas, tidak hanya guru,
anak – anak biasanya akan menyalami dengan cara yang seperti itu setiap
berhadapan dengan orang yang lebih tua. Seiring bertambahnya usia, kini saya tumbuh
menjadi anak kecil yang dulu mencium pungung tangan orang yang lebih tua
menjadi orang tua yang diciumi punggung tangannya oleh anak kecil. Well, time fly so fast dude.
Setelah dewasa saya jadi menyimpulkan kegunaan dari bertatakrama
itu begitu banyak. Semakin dewasa tatakrama itu bermetamorfosis menjadi
tatakrama – tatakrama lainnya. Tatakrama itu seperit ulat yang terus tumbuh dan
menjadi kupu – kupu, membentuk pribadi yang baik sebagai identitas diri yang
baik pula. Semakin sering kamu dididik untuk menerapkan peraturan – peraturan kehidupan
seperti itu, maka semakin mudah kamu mengikuti peraturan kehidupan lainnya.
Tidak hanya mencium punggung tangan orang yang lebih
tua, masih banyak tatakrama masa kecil lainnya ciri khas orang indonesia. Akan
saya jelaskan lain waktu. Saya akan rajin ngepost, bair hobi menulisnya
tersalurkan. Agar tidak menjadi Sarjana Sastra yang kaku.