“Aku akan
menjadi wanita bodoh jika mengikuti hatiku, dan aku tidak akan pernah bahagia
jika mengikuti kepalaku.”
Film Romantis asal Filipina ini di buka dengan
narasi kedua pemeran utama yang mengatur rumah impian mereka bersama. George
(Kathryn Bernardo) dan Primo (Daniel Padilla) merupakan sepasang kekasih yang
memulai kisah cinta mereka dari pertemuan mereka didebat sekolah tentang sebagaiman
pentingnya peran lelaki dan wanita. Pertemuan mereka dibuka dengan adu argument
hebat yang saling membela martabat gendernya masing – masing, tanpa disadari
banyak hal yang mereka sukai satu – sama lain.
Primo yang begitu cinta terhadap musik jatuh hati
kepada George mahasiswi kedokteran yang berjuang menempuh pendidikannya.
Setelah memutuskan untuk tidak ikut bersama keluarganya yang tinggal di Itali,
Primo tumbuh menjadi musis ambisius yang selalu percaya bahwa musik dapat
membawa kesuksesan baginya, dan George tumbuh menjadi wanita yang selalu
berusaha menjadi seorang dokter. Dunia mereka berputar bersebelahan namun tidak
pernah saling sadar jika mereka memberatkan satu sisi saja.
Geroge mencintai Primo sepenuhnya, gadis itu
membiarkan Primo mengosumsinya, berputar untuk dunia Primo dan memilih berhenti
untuk berputar di porosnya sendiri. Begitu juga Primo yang mencitai George
dengan sepenuh hati, namun dia hanya tidak pernah mencoba hidup dalam dunia
George.
Ke-egoisan Primo terhadap kehidupan membuat dirinya
tersiksa dan tanpa dia sadari juga menyiksa wanita yang dicintainya. Primo
menolak untuk berfikir dewasa dan mengenyampingkan mimpinya untuk menjadi
musisi, menolak untuk berfikir lebih realistis bahwa musik belum mampu memberinya
kehidupan yang layak. Primo selalu saja bangun pagi, bernafas menjadi pria yang
selalu mengantongi ambisi dan ke-egoisannya sendiri, sedang George berusaha
sekeras mungkin untuk memenuhi kehidupan mereka. Berdiri disisi Primo dan
bertarung untuk pria yang dicintainya meski dia tahu.
The hows of us becerita tentang kisah cinta yang
begitu kuat meresap di dalam dua manusia yang saling bertarung didalam
dunianya. Memag benar jika tidak seharusnya kita mencintai sepenuhnya
sendirian, seharusnya kita harus mencintai dengan kadar yang sama secara
bersama – sama, denan begitu kita akan merasakan hidup bersama – sama dalam
‘Perasaan Cinta’ itu sendiri. Primo bukan cinta yang toxic, hanya saja
ambisinya dan ego terkadang membuatnya lupa untuk buka mata kepada kehidupan sekitar
yang sangat luas. Dia selalu sibuk dengan ambisinya sendiri tanpa menyadari
bahwa ambisi tersebut memakan dirinya dan orang – orang yang dia cintai.
Keputusannya untuk meninggalkan George dan kembali
setelah 2 tahun, membuatnay belajar banyak hal. Belajar bahwa kesombongan
mengantongi ambisi kosong membuatnya mati terkuras oleh mimpi kosong tak
berlandasan. Keputusannya untuk pergi juga membuatnya sadar bahwa George sudah
bertahan begitu keras mendampinginya, sehingga iya kehilangan George secara fisik
namun tetap memiliki Geroge secara emosional.
Kisah keduanya mencari kembali jalan untuk kembali
membuat kita sadar bahwa selalu ada kesempatan kedua dalam hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar