“What
people saying there is right there is wrong, there is nothing in between.”
Selama 24 tahun menjalani hidup yang luar biasa(?)
satu – satunya detektif yang lahir dari
dunia fiksi yang benar – benar mengesanku adalah Sherlock Holmes. Holmes
merupakan seorang detektif yang dengan tepat memprediksi kelemahan lawan atau
mencari tersangka dalam sebuah kasus. Karakternya yang agak sedikit cuek dan
sembrono membuat sosok Holmes benar – benar
menjadi tokoh detekftif yang kupunay dalam kepalaku.
Tahun 2017 ketika The Murder Orient Express rilis
dan tanyang di layar lebar, tokoh deetektif lain muncul dalam kepalaku Hercule Poirot. Poirot merupakan salah satu
detekftif yang begitu gampang menemukan tersangka hanya dari bukti – bukti
kecil yang di lihat dan di seledikinya sendiri. Cara dia melihat sesuatu begitu
berbeda dari penglihatan orang pada umumnuya, dan hal ini merupakan bakat yang
diberikan Tuhan pada orang – orang tertentu.
Di mulai dari perjalananya ke Kota Jerussalem untuk
memecahkan masalah tiga agama yang bercek – cok saat itu dikarenakan sebuah
relik yang sangat berharga nilainya hilang, Tiga pembesar dari tiga agama yaitu
Pendeta, Rabi, dan Imam menjadi tersangka utama yang ditetapkan oleh masyarakat.
Namun dengan kelebihan yang dimiliki Pairot dia mampu menemukan tersangka
sebenarnya yang merupakan seorang petugas kepolisian yang mennangani masalah
cek – cok antar agama ini.
Pairot percaya bahwa dia melihat dunia sebagiaman
semertinya, dia percaya bahwa keadilan selalu dapat di hitung. Hingga suatu
hari dia terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan di sebuah kereta api Expres
yang hendak membawanya ke London. Kematian seorang penumpang memaksa Pairot
untuk ikut andil didalam kasus ini. Rachett adalah seorang pengusaha yang
banyak melakukan bisnis haram dengan menjual barang – barang palsu melalui
gangster, tidak heran jika hidupnya di hantui dengan ketakutan akan dibunuh.
Sampai hari itu tiba, Racheet mati dengan luka tusukan tak berpola di dalam kamar
tidurnya di kereta Orient Express.
Awalnya Pirot tidak ingin ikut campur ke dalam
masalah yang bukan menjadi haknya, namun untuk menjaga nama baik Orient
Express, Bouc yang merupakan teman dekatnya memintanya untuk menggunakan
keahliannya untuk menemukan pelaku pembunuhan Rachett.
Diangkat dari Novel seorang novelis terkenal Agata
Christie, Murder On The Orient Express menjadi film bergenre crime yang sangat
apik. Novel ini di rilis pertama sekali pada tahun 1934 oleh penerbit Collins
Crime Club di Inggris. Menceritakan seorang detektif Belgian yang tidak pernah melesat menggunkan
nalurinya untuk memecahkan sebuah masalah. Agatha Christie dikenala sebagai
penulis novel bergenre crime dunia yang tidak ada tandingannya, hingga kisah
kehidupannya sempat di rundung misteri ketika dia sempat menghilang beberapa
minggu tanpa jejak.
Tokoh yang begitu banyak dengan karakter dan latar
belakang sosial yang beberada – beda membuat poenonton akan menerka – nerka siapa
yang pantas untuk dijadikan tersangka. Ketika pada akhirnya kita menentukan
satu orang yang akan kita acungkan sebagai tersangka. Kemudian pada akhir
cerita kita menemukan bahwa semua dari mereka berhubungan, memiliki luka yang
sama, dan bersama – sama menjadi pembunuh Rachett. Di dasari dengan dendam yang
sama atas kehilangan Daisy Amstrong yang begitu berharga, mereka kemudian
memutuskan menyusun scenario pembunuhan yang begitu rapi terhadap Rachett.
Lagi, yang aku suka dari film yang melesat dari
tebakanku adalah membuat imajinasi menjadi semakin tajam hehehehe. Meskipun
belum pernah membaca Novel Agatha, namun menurutku adapatasi filmnya tidak
mengecewakan. Pairot yang melekat dengan gaya detektif yang nyentrik dan
cenderung berkebiasaan aneh menjadikan film ini keluar sebagai rekomendasi
dariku.
Pelajaran yang kuambil dari seorang Pairot akhirnya
adalah bahwa luka dapat mengubah manusia yang diyakininya sebagai makhluk yang
beradab dan rasional, dan tidak semua hal dapat kau adili dengan akal, karna
terkadang sebagai manusia kita tidak selamanya harus emlihat dunia menggunakan
akal pikiran namun juga harus menggunakan perasaan. Meski tidak pernah terlibat
dalam perkelahian seperti Holmes, Pairot berhasil menjadi seorang detektif yang
mengadili dengan pikiran dan perasaan.
“ There is no
killer here, only people who deserved chance to heal. I have understood in this
case that justice can’t be evenly weight”—Hercule Pairot