Kamis, 23 Desember 2021

REVIEW MAID SERIES NETFLIX (SEASON 1)

 



“He hits near you, before he hits you.”

 

Alex Russel (Margaret Qualley) adalah wanita 25 tahun yang merupakan penyintas  kekerasan dalam rumah tangga. Alex bertahan di dalam rumah yang memberinya mimpi buruk siang – malam bersama anak perempuannya yang berusia 2,5 tahun bernama Mady Boyd (Rylea Nevaeh Whittet) dan pasangannya Sean Boyd (Nick Robinson).

Kisah Alex dimulai dari malam pertama dia memutuskan untuk angkat kaki dari kekerasan yang dia dapatkan setelah pertengkarannya  bersama Sean, Sean melempar sebuah gelas kaca ke dinding dan hampir melukai wajahnya, kepingan kaca berserakan di sekelilingnya dan rambut Mady. Alex angkat kaki tanpa uang, tanpa rumah untuk tinggal, tanpa skill, tanpa rencana masa depan yang jelas. Alex meminta pertolongan kepada pemerintah dan kemudian ditempatkan di barak penyintas KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dari jalur yang sama dia kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai Maid tukang bersih – bersih dengan bayaran yang sangat rendah.


Hidupnya berpindah – pindah, dari satu tempat ke tempat lainnya. Luntang – lantung tanpa skill dan financial yang sangat – amat buruk. Alex bisa saja meminta pertolongan sang ibu, Paula. Sayangnya Paula mengidap penyakit mental tidak terdiagnosa dan menolak mendapatkan perawatan medis seumur hidupnya, paula mampu berkomunikasi tapi tidak mampu berkompromi, ayahnya sudah menikah lagi dan tidak banyak hadir dalam hidup Alex.

Bagiku, Alex adalah tokoh wanita yang paling kuat dan hebat yang pernah aku temui selama menonton banyak film/drama. Mengikuti perjalanan Alex itu akan banyak diliputi berbagai macam emosi; panik, hancur, sedih, marah, geram dan sebagainya. Mentalku  hancur untuk pertama kali ketika Alex meminta pertolongan pada pemerintah namun kekerasan emotional tidak termasuk kriminal menurut hukum, hal itu yang sempat mempersulit dirinya untuk mendapat hak asuh Maddy anak semata wayangnya. Hanya karna tidak ada memar pada tubuh maka kekerasan itu tidak pernah ada? Unbelievable.

Kemudian untuk menghidupi dia dan anaknya Alex bekerja penuh waktu sebagai tukang bersih – bersih yang membersihkan segalanya untuk tetap bertahan hidup. Ya, segalanya! Mulai dari rumah kalangan elit sampai rumah yang sudah tidak ditempati bertahun – tahun. Aku mengikuti Alex dari episod 1, dan seketika segala bebannya juga bergantung dipundakku, bayangkan ketika kau harus membersihkan toilet yang sangat busuk demi meyakinkan pengadilan bahwa kau mampu mengasuh anakmu dengan penghasilan tetap setiap bulannya. Sampai akhirnya Sean setuju untuk berbagi hak asuh bagi anak mereka.

BACA JUGA: REVIEW FILM FURRY (2014)

Sean, laki – laki yang berhasil mencuri hati Alex saat dia awal 20-an. Tinggal bersama di barak sederhananya adalah hal yang pernah membuatnya bahagia. Tapi berhadapan dengan Sean tidak semudah berhadapan dengan beruang (menurutku), beruang akan mengunyahmu sekaligus tapi Sean akan mengunyahmu sedikit – demi sedikit. Menurutku Sean (mungkin) memang menginginkan Alex sepanjang hidupnya, karna dia berhasil menjadi yang cukup special dalam hidupnya. Tapi Sean punya penyakit kronis patriaki yang merasa dia pantas mengontrol hidup Alex. Sejak awal dia mengambil alih keungan Alex hingga dia tidak bisa mengakses keuangannya sendiri, Sean yang memutuskan mereka makan apa, memakai baju apa. Sean terlalu dominan, Sean ingin semuanya sesuai aturannya, Sean melihat Alex dan anaknya sebagai properti. Sean bisa jadi mencintai Alex tapi dia racun bagi Alex yaang jika ditelan akan menghasilkan  reaksi mematikan.

Aku hampir membanting laptopku saat Alex kembali masuk ke dalam rumah Sean dan membiarkan dia terkungkung lagi dalam kandangnya. Tapi, jika dilihat usaha Alex untuk menghidupi anaknya aku paham mengapa dia memilih untuk kembali saat itu, setidaknya bersama Sean mereka dapat tidur di atas ranjang yang hangat dan perut kenyang. Tapi siksaan psikologi itu tidak pernah ada buntutnya,  tidak peduli seberapa keras usaha Sean mengklaim bahwa dia sudah berubah, sisi buas itu selalu muncul. Dihadapan Alex dan Maddy.

Kau tahu apa yang terus kupertanyakan  sepanjang menonton series ini?

Adilkah  tuhan memberinya hidup seperti ini? Atau ini bentuk dari dosa yang harus dibayar Alex sebagai manusia di dunia?

Rasanya tidak pernah ada satu manusia pun yang setuju untuk ambil peran dalam kisah hidup yang rumit. Tidak adil  untuk Alex yang harus lahir dari seorang ibu yang sakit mental tak terdiagnosa, Alex harus bertanggung jawab atas ibunya sejak usia 6 dan terus – menerus memahami cara berfikir ibunya sampai dia dewasa. Dia tidak menangis dalam pelukan ibunya ketika berada di titik nol (karna sang ibu tidak punya kapasitas itu) Tapi satu hal yang menamparku keras, Alex tidak pernah berhenti mencintai Paula.

Ayahnya? Ya tuhan..... Pria ini sudah tidak hadir dalam hidup Alex malah meminta Alex untuk memahami keadaan Sean yang berjuang untuk berhenti dari candu alkoholnya. Patriaki! Lagi – lagi wanita dituntut untuk bersabar dan mengubah laki – laki rongsok untuk jadi baru kembali.

Banyak hal yang kemudian kupetik dari film yang benar – benar berbicara banyak perihal wanita;

1.      Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu berbentuk kekerasan fisik. Emotional abuse adalah bentuk kekerasan rumah tangga yang tidak ada satu orang wanitapun di dunia ini yang berhak mendapatkannya. Jangan pernah bertahan atas nama anak atau pernikahan yang dianggap sangat sakral. Kau harus adil pada diri sendiri sebelum adil atas orang lain. Seorang anak dapat hidup sehat jika ibunya juga sehat jasmani dan rohani. Kesehatan mental adalah yang utama.

2.      Mengejar mimpi adalah hak yang hakiki bagi setiap manusia. Meski sudah menjadi seorang ibu kau tetap memiliki hak individu. Ini yang kemudian diraih Alex, kecintaannya terhadap menulis kemudian mendorong Alex untuk kembali mendafatr beasiswa masuk universitas. Alex seorang kemudian pindah ke Montana untuk melanjutkan studi creative writing.

3.      Berdamailah dengan masa lalumu. Alex memiliki luka mendalam masa kecil yang tertanam dalam di alam bawah sadarnya. Hal tersebut terus menghantui kehidupannya saat dewasa. Ini disadarinya ketika dia membersihkan sebuah rumah ibu dari seorang perampok remaja yang dikenal sebagai Billy Barefoot (billy si telanjang kaki) yang mana dia menemukan banyak kunci disetiap kamar, lemari, hingga tempat penyimpaanan makanan. Sekelabat ingatan masa kecilnya muncul dan hal itu yang membuat hubungan love – hate antara dia dan ayahnya.

4.      Mengalah bukanlah hal yang buruk; Sean setuju untuk memberi seluruh hak asuh putri mereka sepenuhnya kepada Alex setelah Sean mendapati dirinya sendiri  tidak mampu menahan amarah ketika Mady tidak mau turun dari ayunan. Sean sadar bahwa dia belum siap untuk menjadi Ayah untuk Mady dan pasangan yang normal untuk Alex.

5.      Don’t give up as long as you still wake up next morning with heartbeat and clear breathe.

Maid adalah serial NETFLIX yaang rilis tahun 2021. Series ini diangkat dari  sebuah buku  berjudul Maid (hard work, low pay, and mother's will to survive) karangan stephanie land. Kisah ini berangkat dari kisah asli dari sang penulis.

 

Terimakasih sudah mampir di kerjaanku. Salam hangat dari kerjaan yang jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post