Sabtu, 04 Desember 2021

REVIEW FILM FURRY (2014)


 

“ sergeant Collier!”

“Yes son”

“I’m scared “

“I’m scared too.”


Film ini mengantarkan aku ke masa kecil yang sudah jauh tertinggal dibelakang. Aku lahir dan tumbuh di dalam zona DAERAH OPERASI MILITER. Jika kalian lahir dan besar di indonesia kalian pasti tahu persis daerah mana yang kumaksud. Aku memang bukan korban kekejaman Nazi, tapi agak – agaknya aku bisa menangkap ketakutan dan atmosfer yang ingin disampaikan setiap film peperangan di layar kaca.


BACA JUGA : REVIEW FILM THE BLIND SIDE (2009)

Terbangun di tengah pekat malam karna suara Bom atau kontak senjata, berusaha keras menjejalkan seluruh badan di kolong tempat tidur berharap peluru tidak menembus dinding rumah yang dibangun dari kayu. Atau terbangun di pagi hari karena jeritan tetangga yang menemui mayat suaminya tanpa kelapa tergeletak di depan pintu rumah. Segala udara menyeramkan perang itu sudah pernah kurasakan. Lantas, apakah aku bangga? Tidak! Aku hanya ingin mengatakan Peperangan adalah sisi terkelam dari peradaban manusia. Dari perang kau akan melihat sisi buas manusia untuk manusia lainnya.

Furry dibuka dengan adegan kawasan tempur yang sudah porak – poranda. Mayat bergelimpangan, tank yang terbakar dan terkulai lemas. Furry satu – satunya tank yang tersisa, berkamuflase diantara mayat dan bangkai untuk kemudian bebas pergi kembali ke markas besar mereka. Pada pembukaan film kita disuguhkan wajah 4 dari 5 pemeran film yang lesu seakan tak bernyawa diatas mobil tank yang berjalan pelan. Perang menyedot habis diri mereka!

Tak lama kembali ke markas Wardaddy/Don ( Brad Pitt) yang merupakan ketua dari Tank Furry langsung ditugaskan untuk misi selanjutnya. Don yang belum sempat berkabung atas kepergian satu awak tanknya yang memeluk Granat agar tidak meledak di dalam tank, sudah harus kembali ke medan perang. Tidak manusia ketika perang tidak pernah mengizinkan kita merasa kehilangan atau berkabung, tapi begitulah satu – satunya cara untuk bertahan.

Kemudian, Norman (Logan Lerman) si anak kecil yang kerjanya mengetik 60kata dalam satu menit muncul setelah diseret paksa ke medan perang. Norman kemudian bergabung ke dalam Tank Furry menggantikan posisi snipper mereka yang mati karna memeluk Granat.

Boyd Swan (Shia Labeouf), Grady( Jon Brenthal), dan Gordo (Michael Pena) 3 orang lainnya yang ikut ke dalam tour tank untuk misi penyelamatan tentara yang terjebak di medan perang tanpa leader. Disinilah Norman si anggota paling kecil belajar akan pernah yang menyelimuti mereka. Norman ditugaskan untuk menembak siapa saja yang terlihat mencurigakan dari sekeliling tour mereka. Beberapa tank dan truck mengangkut puluhan tentara. Furry berada di posisi kedua setelah tank pemimpin tour.




Tidak ada yang menyadari pergerakan antek – antek Nazi yang merayap dari sela – sela pepoh9nan yang menutupi pinggiran jalan selain Norman. Norman melihat jelas ada yang bergerak, dan dengan jelas dia tahu itu hanyalah seonggok tubuh anak kecil yang di paksa masuk ke medan perang, sama seperti dirinya. Norman berperang dengan jiwa kemanusiaannya, bagaimana bisa seorang manusia membunuh manusia lain sebelum  tahu jelas apa maksud mereka mengendap – endap di balik semak – semak .

Namun perang tidak pernah kenal dengan rasa kemanusian. Hitungan detik anak – anak Jerman tersebut menembakkan Tank pemimpin yang mana membakar hebat seluruh tentara, pemimpin tour menembak kepalanya karna tidak ingin mati dalam kesakitan api yang melahap habis tubuhnya. Don turun dengan sigap mengejar tentara dalam semak dan menembak mereka tepat di jantung. Don menyadari mereka hanya anak – anak dibawah  umur yang dipaksa berperang untuk Negara dengan nyawa sebagai ancaman. Don juga manusia, dia terdiam sesaat menyadari betapa perang merubahnya menjadi buas, tapi kehilangan kerabat di depan mata jugalah bukti betapa buas manusia lain terhadap dirinya.

Norman kemudian dipaksa turun, kredibilitasnya sebagai Snipper dipertanyakan, apa yang membuatnya ragu untuk menembak ?sehingga dia rela mengorbankan nyawa seluruh anggota tank pemimpin.

“He just a kid"  

Jawaban ini menohok terlalu dalam jantungku, perang sudah cukup menyiksa psikologis banyak manusia, tapi tidak menjadi alasan untuk kita berhenti menjadi makhluk penyayang. Ketika aku kecil kami sering mendengar banyak anak laki - laki umur 13 -15 di daerah pedalaman lari dari rumah untuk bertahan di bumi Tuhan, jika tidak mereka akan menjadi sasaran para pemberontak untuk masuk paksa ke dalam Militan mereka, atau sasaran kelompok lainnya yang berasumsi anak – anak adalah calon pemberontak yang harus dimusnahkan. Tuduhan tak mendasar seperti ini sudah menjadi makanan sehari – hari.

Norman, benar – benar tidak dapat menahan siksaan ini lebih lama lagi, ketika di titik selanjutnya setelah misi penyelamatan mereka menemukan tentara Nazi yang memakai seragam tentara Amerika, ia meminta untuk dibunuh daripada membunuh tentara tersebut. Dia rela menukar semua siksaan ini dengan nyawanya, tapi perang tidak mengajarinya untuk berjuang mundur, kau harus maju apapun resikonya.

Peperangan memaksamu menyaksikan banyak hal; kesetiaan sersan kepada anak buahnya, tentara yang pergi meninggalkan keluarganya, wanita yang menjual tubuhnya untuk sebatang coklat, anak kecil yang dipisahkan dari orang tuanya, atau wanita yang dicintai meregang nyawa dalam perang yang kau hadiri.

Satu pelajaran yang aku dapat dari film ini adalah kesetiaan. Kesetiaan mereka kepada negara, seragam, tank, dan teman seperjuangan. Jerman berperang untuk membela tanah air mereka (katanya), the furries  berperang untuk meredam perang dunia yang tidak pernah usai. Kesetiaan mereka dipertaruhkan ketika akhirnya mereka terjebak di jalan pulang setelah bertempur dan kehilangan semua tank teman yang berangkat dalam tour yang sama dengan mereka tadinya.

Ranjau yang mereka pijak menghancurkan rel tank yang putus, namun sialnya disaat bersamaan pasukan Jerman berjalan kaki dengan nyanyian tak gentar mereka. Jumlah mereka ratusan. Secara akal sehat mereka bisa saja meninggalkan tank dan bersembunyi. 2 manusia tidak mampu meredam kebuasan ratusan manusia haus darah seperti tentara Nazi. Tapi Don memilih untuk diam dalam tanknya, Don merasa disanalah rumahnya, disanalah dia berawal dan berakhir. Sersan Don Collier tidak menahan anak buahnya untuk pergi; Boyd , Norman, Gordo, dan Grady. Mereka bebas lari, ambil senjata dan bersembunyi.

Mereka hendak melakukannya, hendak pergi dengan senjata yang sudah siap dalam pelukan. Tapi misi penyelamatan diri ini tidak sempurna tanpa Don, sersan yang sudah bersama mereka diberbagai perang di seluruh dunia. Norman orang pertama yang memutuskan untuk tinggal didalam tank, yang kemudian di ikuti oleh 3 orang lainnya. Bagi mereka Jika Tuhan menyelamatkan nyawa mereka bersama dalam perang yang sudah mereka takhlukkan, maka Tuhan harus merenggut nyawa mereka bersamaan di dalam perang yang sama.

Tapi ini misi gila, bagaimana bisa 5 orang mengalahkan ratusan orang hanya mengandalkan tank rongsokan yang sudah putus relnya?!

 

 

Nazi merupakan sebuah partai yang mengambil alih Jerman dengan kediktatorannya. Dibawah pimpinan Hitler mereka mulai mengeliminasi orang – orang yg tidak sejalan terutama kaum Yahudi. Hal ini memicu tercetusnya perang dunia ke 2 yang mengacau seluruh kehidupan umat manusia secara global.

Furry sendiri lahir karena terinspirasi dari cerita para veteran perang dunia ke-2 yang bertahan di dalam tank. Film ini ditulis dan di sutradarai oleh David Ayar. Diproduksi oleh Brad Pitt dan beberapa orang lainnya. Sudah memenangkan beberapa award diantaranya; HOLLYWOOD FILM AWARD, NATIONAL BOARD OF REVIEW,  DAN SANTA BARBARA INTERNATIONAL FILM FESTIVAL .

 

Salam hangat dari kerjaaan yang jauh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post