Sabtu, 11 Desember 2021

REVIEW NOVEL DIA KARYA NONIER

 

FOTO PRIBADI


Sudah berabad - abad lamanya aku kembali membaca buku, semenjak kembali ke rumah jarang beli buku karna tidak ada toko buku yang benar - benar menjual buku cerita. Hidup tanpa membaca rasanya kering, bukan mau sok pintar sih, tapi buku itu pelarian yang baik dari hiruk- pikuk makhluk bumi hahahaha. Sebenarnya bisa saja berlangganan buku digital, tapi aku tidak rela jika harus mengorbankan kesehatan mata yang sudah dipaksa jadi budak korporat pagi sampai petang menatap layar monitor.



Dia karya Nonier, buku ini sudah di beli dari beberapa tahun yang lalu. Aku lupa tahun berapa, karna tidak ada penanda di halaman depan (itu artinya buku ini bukan milikku). Aku dan kakakku sering berbagi rak buku, bisa saja ini buku yang dia beli dan dia itu super pemalas untuk menandai halaman buku dengan tahun saat membeli.
BACA BUKU REVIEW LAINNYA
Sejujurnya, aku jarang baca buku karangan penulis indonesia. Bukan tidak cinta dengan karya lokal, tapi hanya saja lebih pas jika membaca literasi bahasa  inggris yang di terjemahankan dalam bahasa indonesia. Masih sama - sama dalam bahasa indonesia sih, tapi hanya gaya ceritanya yang berbeda.

Buku ini lumayan—tidak—lumayan  terdengar tidak sepenuh hati, kalau bagus terdengar sepenuh hati. Jadi, buku ini Bagus!
Ceritanya sederhana, bahasa yang digunakan gampang dicerna oleh banyak orang, jadi menurutku pribadi buku ini "ramah", pasarnya tidak diperuntukkan untuk penikmat sastra saja. Penggambaran setiap kejadian, tempat, dan penggambaran karakternya juga jelas dan sederhana. Dan yang paling aku suka dari buku ini adalah penggunaan Kata "Aku" dan " Kamu" sebagai kata ganti orang, tidak ada unsur bahasa gaul yang berlebihan membuat buku ini lebih terasa sastra (menurutku). Penggunaan kata gaul berlebih dalam sebuah cerita hanya akan menyamarkan rasa dari kisah yang disampaikan tokoh di dalamnya (ini juga menurutku). 

Jadi, buku ini bercerita akan kisah cinta segitiga antara Denia, Janu, dan Sasa. Denia ini tokoh antagonis untuk dirinya sendiri, menyimpan perasaan pada seseorang tapi menolak mengungkapkannya, dan berlarut dalam perasaan tersebut padahal dia tahu dirinya tersakiti. Janu itu, ehmm... sama bodohnya sih, dari awal cerita aku sudah menebak bahwa Janu memang punya rasa pada Denia, tapi hanya karna mereka saudara jauh dan besar bersama - sama membuat Janu mengharamkan perasaan yang tertanam di alam bawah sadarnya.
Cerita diawali dengan dengan Denia yang berangkat bersama tantenya ke Jakarta untuk menghadiri acara pertunangan Janu dan Sasa. Sama saja seperti bunuh diri, tapi itulah Denia selalu saja berusaha baik - baik saja. Bersamaan dengan libur semester selama 2 bulan Denia dipaksa menetap di Jakarta untuk mengisi waktu luang, menambah kemungkinan untuk mati lebih cepat karna akan sering bertemu Janu yang sudah menjadi milik orang lain.
Herannya mereka masih menikmati kebersamaan semu yang sama sekali tidak adil bagi Denia. Dalam perjalanan ke Jakarta Denia
bertemu Saka secara tidak sengaja. Pria ini yang nantinya terlibat banyak dalam proses penyembuhan patah hatinya terhadap Janu. Tidak, mereka bukan jadian sebagai pelarian, Denia itu cermin, melihat gadis itu seperti melihat refleksi dirinya di cermin. Mereka sama persis, memendam cinta karna berharap suatu saat akan terbalas atau menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan. Konyol sih, waktu yang tepat itu tidak akan pernah ada menurutku. Saka yang pernah memendam cinta kepada sahabatnya sendiri yang kemudian meninggal dalam kecelakaan lalulintas, membuatnya mati rasa, tumbuh menjadi manusia dengan cangkang yang kosong. Melihat mata Denia dia langsung tau bahwa wanita ini adalah cangkang kosong berjalan, dan entah bagaimana dia merasa memiliki kewajiban untuk menolong sesama manusia.

Tidak hanya Saka,  Sasa yang sebentar lagi akan bersanding menghabiskan seumur hidupnya bersama Janu pun bisa tahu hanya dengan melihat mata Denia bahwa wanita itu memendam rasa yang dalam untuk calon suaminya. Janu itu, ehmm... laki – laki egois yang mengesalkan menurutku, jika tidak ingin terikat dalam rasa mengapa harus menanam benih cinta dalam ladang kosong Denia?

Janu tidak ingin Denia terlibat dalam sebuah hubungan dengan lawan jenis, Dia tidak ingin Denia menangis,  dia yang paling khawatir ketika Denia dikabarkan menghilang di gunung. Kalau tidak bisa menjaga satu hati, setidaknya jangan sakit ke-duanya. Ya, ke-duanya; Denia dan Sasa. Mereka sama berharganya, kan?

Kemudian cerita selesai dengan tekad bulat Denia untuk melupakan Janu. Bahkan ketika Janu memutuskan mengakui perasaannya dan berniat untuk memutuskan hubungannya bersama Sasa. Ini tidak adil baik untuk Sasa dan Denia, Sasa tidak berhak untuk patah hati dan Denia itu tidak terlahir sebagai Pilihan ( tapi yang utama).

Dulu saat dibangku kuliah kami dihadapkan dengan tiga jurusan akhir; Sastra, Linguistik,  dan Pranata. Aku memilih pranata karna isu akan sosial lebih menarik daripada dua jurusan lainnya. Tapi sempat belajar bagaimana anak – anak jurusan Sastra membahas sebuah Novel. Disana ada penilaian terhadap watak dari masing – masing karakter. Mereka bahkan harus menilai watak karakter dari sisi psikologis which is harus banyak membaca buku psikologi.

Jika aku harus menilai tiap karakter dalam buku Dia, aku akan memilih Janu dan Denia sebagai tokoh antagonis. Janu itu brengsek, muncul di kehidupan dua wanita tak bersalah secara sempurna, dalam kasus ini Sasa yang cukup dirugikan menurutku. Hanya karna ketidak mampuannya untuk jujur akan perasaannya sendiri dia harus menyeret Sasa jauh ke bibir pelaminan, sedikit lagi tinggal buka pintu dan sampai ke Rumah.

Dan Denia, dia tokoh antagonis untuk dirinya sendiri. Oke, dia memang cinta mati kepada Janu, tapi apa kita punya hak untuk menyakiti diri sendiri? Aku jadi teringat sebuah lagu korea yang judulnya 마음이 미안해 (sorry to myself) dalam lagu tersebut tokoh menggambarkan dirinya yang selalu saja menyakiti dirinya sendiri, dia-lah sumber penyakit yang terus – terusan menyiksa emosi dan perasaaanya.

하루 종일 우는데 웃고 있잖아
이렇게 버거운데 지내니까
마음아 미안해 제발 그만해 아파하는
그래 봤자 몰라주니까

Kau menangis sepanjang hari sedang dia tersenyum bahagia di sana.

Kau menjalani hidup yang berat sedang dia baik-baik saja.

Maafkan aku (hatiku) kumohon hentikan rasa sakit ini, karna tidak ada yang peduli.

Kadang – kadang kita tidak sadar ketika kita tersakiti orang yang seharusnya bertanggung jawab pertama sekali adalah diri kita sendiri. Karna kitalah yang memutuskan membawa perasaan ini mendekat pada objek tersebut, kita yang bertanggung jawab ketika hati ini ternyata tersakiti oleh objek (seseorang) yang kita putuskan untuk masuk ke dalam hati kita.

 

Dia adalah buku ringan yang sempurna, patah hati dan bangkit kembali yang manis. Denia itu gambaran wanita dimuka bumi ini, tapi sedikit (mungkin) yang berani memutuskan angkat kaki dari kisah cinta alot yang sudah banyak menelan korban patah hati. Denia berani menolak Janu pujaan hatinya, karna tidak adil jika untuk menyembuhkan lukanya dia harus mengorbankan hati lain untuk terluka.

 

Salam hangat  dari kerjaaan yang jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post