Kadang-kadang aku suka berfikir sendiri, andai saja
aku bisa menemui waktunya didepanku atau aku mungkin saja bisa membuat waktu
itu sendiri, aku ingin mengatakan banyak hal pada Laki-laki itu.
Seperti ini;
“Aku minta maaf . Setelah kupikir-pikir aku lucu
sekali saat bicara denganmu dulu. Aku aneh, lucu sekaligus memalukan deh kalau
dipikir-pikir. Pembicaraanku suka berbelok dari pembicaraan yang kau mulai.
Tetapi kau selalu saja membuat semua kedaan menjadi aset sempurna yang kumiliki
sampai saat ini.
Benar seperti katamu, aku tak lebih seperti boneka
yang disimpan dalam lemari kaca dengan maksud baik malah kemudian
menendang-nendang, menabrak sana-sini pemiliknya sendiri. Membuat sipemilik
jengah ataupun ragu untuk merawat kembali boneka kesayangannya, dan kemudian
aku harus disumbangkan kesuatu tempat dengan berat hati.
Setelah kupikir-pikir mungkin kau ada benarnya juga,
aku mungkin boneka gagal atau rusak atau setengah jadi. Untuk itu terimakasih
sudah pernah menyimpanku dalam lemari kacamu. Aku percaya, kita tidak pernah
saling melupakan satu sama lain.
Kalau ingat-ingat semua yang sudah berlalu aku jadi
tersenyum dan malu sendiri, aku bodoh sekali di depanmu, ya?`
Tapi, yah bagus begitu, dengan begitu aku sudah
menyerahkan hal buruk dari diriku diawal pertemuan padamu, dan kau menerimanya
walau kemudian kita harus…. Berhenti.
Kau tahu, aku selalu membayangkan hari yang sering
kita bicarakan. Hari ke-empat dalam bulan September. Kau pasti ingat, kan?
Entahlah, aku selalu ingin hari itu benar-benar terjadi,
jadi aku selalu duduk di suatu tempat yang memungkinkan kita untuk bertemu di
hari ke-empat dalam bulan September menunggumu, menunggu waktu yang selalu kita
bicarakan.
Aku sering
memikirkan perumpaman untuk diriku sendiri, tapi setiap kali memikirkan
kata-katanya, kosa kata dalam otakku malah menghilang tertelan sesuatu. Alhasil
aku hanya kembali terduduk dan menatapi sarang laba-laba di sudut-sudut kamar.
Mungkin benar aku seperti boneka itu. boneka yang
sudah lama sekali diproduksi dan duduk dalam lemari kaca. Tersenyum selebar
mungkin menarik perhatian anak-anak agar mengambilku. Tapi hari dimana aku akan
diadopsi oleh seorang anak tak kunjung datang, membuat mesin-mesin penyokongku
berkarat dan agak susah untuk dihidupkan.
Ketika suatu hari seorang anak dengan berbaik hati
melirikku dan kemudian mengadopsiku, aku kegirangan bukan kepalang. Bentuk
bahagia yang tidak pernah bisa kudapat kata-kata untuk mendeskripsikannya. Jadi
ketika mesinku mulai dihidupkan untuk pertama kalinya, aku jadi malah salah
kaprah. Mengingat ini pertama kali aku berhasil menjadi boneka setelah
dihidupkan aku malah bingung harus bersikap bagaimana selayaknya boneka. Dalam
perihal mencari jati diri dari sosok yang akan menjadi boneka dan diadopsi
programku malah salah menjalankan misi sampai akhirnya aku gagal. Untuk pertama
kalinya dalam penantian panjang ……aku gagal.
“
Mungkin begitu yang akan aku katakan pada Laki-laki itu. Sekarang, tidak banyak yang
ingin aku lakukan selain mewujudkan hari ke-empat dalam bulan September. Yah,
setidaknya sekali saja dalam hitungan detikpun tidak apa-apa, lebih baik
daripada tidak sama-sekali.
Aku hanya tidak ingin melakukan hal-hal lain dengan
orang-orang lain. Entah bagaimana, percaya atau tidak, laki-laki itu membuatku
menjadi sesuatu.
Omong-omong aku jumpa laki-laki itu 24 Maret lalu di
sebuah pusat perbelanjaan. Setelah hampir dua tahun, dia masih terlihat sama
seperti yang ada dalam ingatanku. Aku tidak menyapanya, dan memilih
mengikutinya dari belakang seperti yang sering aku lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar