Kamis, 30 Maret 2017

MENGAPA BUKU

picture:https://www.instagram.com/putriazhari26/

Dibandingkan fashion aku lebih cenderung mengikuti perkembangan buku. Bukan karena aku ingin terlihat pintar, sama sekali tidak. Aku hanya ingin keliling dunia setiap saat. Pergi kemana saja yang aku mau hanya dengan duduk santai di teras rumah. Berawal dari kebiasaan Ayah yang sering membelikan kami majalah bobo bekas sejak abang dan kakakku kecil hingga berlanjut padaku, rasa penasaranku tumbuh seperti tanaman rambat liar yang melilit pagar rumahku. Setiap kali melihat buku, aku selalu menerka kejutan apa yang ada dibalik sampulnya, apakah ada naga jahat, atau ada ledakan besar hingga bintang – bintang berantakan di halaman rumahku nanti malam, atau seorang Raja telah mati dan seorang Putri memperjuangkan rakyatnya?
Ketika kecil aku sering mengambil buku pelajaran bahasa inggris kakakku yang waktu itu sudah duduk di bangku SMP (well, she 9 years older than me for sure hehehe) membuka halaman yang sama setiap malam dan memaksa siapa saja untuk membacakannya untukku. Ada satu bagian dari dalam buku paket bahasa Inggris itu yang memaparkan cerita seorang anak perempuan yang bercerita soal mendapatkan hadiah sepatu baru dari ayahnya. Saat itu aku belum biasa baca – tulis, jadi aku suka memaksa abangku (which 10 years old older than me) atau kakakku atau bahakan ayahku (dengan kemampuan bahasa inggris yang terbatas) untuk menceritakan cerita itu setiap hari berulang kali. Jika kau tanya tidak bosan? Aku tidak, tapi orang yang kupaksa menceritakna cerita yang sama setiap hari hampir mati karena bosan hahahaha.
Mengapa cerita yang sama, karna di setiap kesempatan aku akan membayangkan visualisasi yang berbeda dalam kepalaku, jika hari ini anak kecil itu memamakai baju warna kuning, maka visualisasi berikutnya aku akan membuatnya memakai baju warna merah dengan rambut di kuncir kuda dan wajah yang agak berbintik – bintik sedikit. Dan kebiasaan itu berlangsung sampai sekarang. Saat libur dan kembali ke rumah, aku suka memilih buku yang sudah pernah kubaca di rak buku untuk kembali di baca.
Yang kurasakan seperti ini; membaca buku persis seperti traveling, kau berada dimana pun tokoh dalam buku pergi, kau berada dimanapun setting cerita di tulis. Ketika kau baca buku dua orang yang jatuh cinta di sudut kota Wales, kau akan berada di Wales sampai cerita selesai. kau membaca buku seorang yang mengejar cinta pertamanya sampai ke Pulau Jeju—tada—kau berada Jeju kali ini. Luar biasa, bukan? Tidak hanya itu sih, aku suka buku karna buku tidak membatasiku untuk berimajinasi, aku bisa menembus garis pembatas kapan saja aku inginkan.
Aku tidak bilang hal itu membuatku jadi pintar, menjadi titisan Albert Einstein kemudian. Itu belum terjadi, tenang saja, aku pernah menghabiskan waktuku dengan dua kali mendapat nilai D di masa kuliah dulu hehehehehe. Dan sekarang masih belum menjadi manusia yang banyak berpengaruh, well.. mungkin karena aku sering malas menyatakan diri. Seperti itulah yang terjadi, aku lebih membangun dunia sendiri di dalam buku daripada berdebat dengan topik yang tidak – tidak, jadinya aku terlihat banyak diam dimanapun aku berada.
Mengapa buku?
Ketika masuk ke perguruan tinggi aku memilih malamar ke jurusan Sastra Jepang. Mengapa Jepang? Simple saja, aku terlalu penasaran dengan pola pikir, kebiasaan, dan karya sastra antar bangsa di dunia *LOL* . Jadi, aku berfikir kau tidak akan masuk ke dalam suatu bangsa ketika aku tidak mengusai bahasanya, dan Jepang merebut hatiku ssetelah tamat SMA. Tapi sayanya masuk ke jurusan Sastra Jepang tidak berhasil membuatku mencintai animenya atau mengikuti Cosplaynya. Sudah berusaha untuk Fit in, tapi tetap saja bukan kawasan mainku Hiks. Aku hanya menikmati beberapa anime yang kurasa masuk kategoriku seperti Ghibli misalnya(?)
Senseiku pernah bercerita, jika kau berada di Jepang kau tidak akan menemukan satu orangpun yang tidak membaca buku di dalam shinkasen. Membunuh bosan dengan buku, mereka tidak akan buang waktu dengan bergosip yang tidak penting selama membaca lebih bermanfaat. Aku langsung berdecak kagum sendirian di dalam hati. Hebat! Bagaimana mereka bisa begitu dekat dengan buku kalangan apapun dan usia berapapun.  Keterbalikan itu yang kita miliki di negara sendiri. Kita tidak bisa atau mungkin belum bisa mengatakan membaca buku merupakan kebiasan bangsa kita, hanya sebagian orang. Dan yang lebih anehnya, orang yang sering memegang buku dan membacanya di tempat – tempat umum seperti bus misalnya akan terlihat aneh dan asing (aku pernah seperti itu), pemikiran seperti itu yang sangat kusayangkan.
Masyarakat Jepang juara dalam budaya membaca, tidak kenal tempat dan waktu. Berdiri di dalam kereta pun mereka akan membaca. Itu salah satu yang membuatku begitu mengagumi bangsa negeri sakura. Itu hanya salah satu, belum lagi bicara soal disiplinnya, atau budaya keterampilannya yang menurutku luar biasa.

Membaca itu bukan pekerjaan yang sulit kan? tidak ada salahnya jika kita menginfestasikan waktu ke dalam sebuah buku toh nantinya kita akan dapat hasil infestasi berupa ilmu yang dapat diterapkan ke kehidupan sehari – hari dan manfaatnya berlangsung terus – menerus. Omong – omong belakangan ini aku juga suka cari buku bekas. Jadi, aku pergi ke pasar loak, nyari buku yang oke isinya buat dibaca. Lumayanlah, potongan harganya besar tapi isi bukunya masih ok. Ini infestasiku hehehe, angan – angannya suatu hari nanti bisa membangun rumah baca yang dapat dikunjungi orang banyak, siapa tahu dengan begitu kebiasaan bangsa Indonesia bertransformasi mengikuti bangsa Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post