Kamis, 13 Januari 2022

REVIEW SERIES DOPESICK (2020); KECANDUAN MASSAL TERPARAH DI AMERIKA



Selamat tahun baru untuk seluruh umat mausia yang menakjubkan di muka bumi tuhan~ bagiku tahun  baru hanya momen berbaring diatas ranjang sambil menghitung berapa banyak goals yang belum tercapai dan harus masuk ulang ke list tahun selanjutnya. Malam tahun baru yang lalu hanya kuhabiskan dengan makan – makan bersama keluarga, kemudian nonton NatGeo yang siarannya di ulang terus sama ayah, lalu masuk kamar berbarng diatas ranjang samil menghitung berapa jam lagi sampai ke masa depan dan menghabiskan series yang ada di watchlist.

Dopesick adalah salah satu diantaranya, setelah menonton trailernya aku langsung tertarik menonton series ini. Memecahkan sebuah kasus, berhubungan dengan hukum dan masyarakat adalah salah satu ide cerita yang memikatku dari dulu, dan ternyata Dopesick diangkat dari kisah nyata yang terjadi di Amerika Serikat.


Dopesick atau dalam bahasa Indonesia Sakau adalah series Amerika Serikat yang menceritakan bagaimana Amerika kecolongan atas penyalahgunaan obat adiktif yang menjadi masalah kecanduan terbesar dalam sejarah Amerika sejak tahun 1996. Bermula dari Purdue Pharma sebuah perusahaan farmasi yang meluncurkan sebuah obat anti nyeri berbahan dasar Oxycodone yang diklaim bersifat kurang dari1% adiktif atau dengan kata lain tidak bersifat adiktif. Tidak sama dengan obat lainnya Purdue Pharma mendapat persetujuan FDA (pengawan makanan dan obat – obatan Amerika Serikat) dengan lancar tanpa hambatan untuk obat baru mereka Oxycontin. Dengan adanya label persetujuan FDA obat ini dengan cepat dipromosikan ke para dokter, apotek, dan rumah sakit. Penjualan mereka naik drastis gila – gilaan. Seluruh dokter yang masuk kedalam aliansi dokter spesialis nyeri dikumpulkan dala sebuah seminar dengan pembicara – pembicara ahli dalam bidang kesehatan semakin membuat obat ini begitu meyakinkan.

Tidak sama dengan obat nyeri lainnya, Oxycontin dapat meredakan rasa nyeri dengan sangat cepat bagi orang – orang pekerja berat di daerah pertambangan, pertanian, dan perkebunan. Hampir seluruh dokter meresepkan Oxycontin pada semua keluhan nyeri untuk setiap pasien yang mereka temui.

Dr. Samuel Finnix (Michael Keaton) adalah salah satu dokter terbaik di sebuah desa pertambangan. Finnix mendedikasikan dirinya yang seorang anak kota kepada penduduk desa bersama sang istri yang sangat dicintiainya bertahun – tahun yang lalu. Lewat Billy Cutler (Will Poulter) seorang sales farmasi yang bekerja untuk Purdue Pharma. Finnix ditawarkan Oxycotin yang pada awalnya memancing keragunannya karna Oxycontin jenis opioid yang pada dasarnya berbahan dasar serbuk bunga opium. Namun setelah Billy meyakinkan bahwa produk baru ini non – adiktif sehingga dapat digunakan pada penderita nyeri ringan Finnix menyetujui untuk menggunakan Oxycontin, tanpa disadari inilah awal dimana Finnix menghancurkan seluruh hidup anak – anak remaja yang besar bersamanya di lingkungan pertambangan, juga kerabat – kerabat pertambangan yang hidup berdampingan dan menghormatinya sebagai satu – satunya dokter yang bersedia mendedikasikan dirinya selama 40 tahun disana.

Kasus ini pada awalnya mencuri perhatian Bridget (Rosaro Dawson) seorag mayor dikepolisian, dari semua kasus kriminal yang terjadi selalu merujuk pada pencurian obat Oxycontin di rumah, apotik, atau siapa saja yang memiliki resep mengandung Oxycontin. Bridget memulai investigasi rahasianya setahun setelah obat itu diluncurkan namun tidak ada yang setuju dengan pernyataanya yang menyebut obat ini adalah narkotika yang membahayakan, karna obat tersebut mendapat izin edar dari FDA dan juga dipromosikan oleh para ahli kesehatan yang ahli.

Bridget menghentikan penyelidikannya karna tidak ada yang berpihak padanya setelah menghabisan beberapa tahun melakukan penyelidikan. Ditahun 2004 dua orang Jaksa Randy Ramseyer (John Hoogenakker) dan Rick Mountcastle (Peter Sansguard) dibawah firma hukum milik John Brownlee (Jake Mcdorman) mulai membuka kasus ini kembali dan berusaha keras mencari celah untuk dapat menuntut Richard Sackler (Michael Stuhlbarg) yang merupakan CEO dari Purdue Pharma.  Cerita akan diputar bolak – balik dari tahun 1996 hingga 2005 ini merupakan waktu yang dihabiskan para orang – orang hebat mengulik rahasia busuk Purdue Pharma yang menelan setidaknya 200 nyawa mati overdosis setiap harinya.

Diangkat dari kisah nyata, aku kemudian tertarik mencari apa saja yang berhubungan dengan kasus ini;

Opioid adalah salah satu obat pereda rasa sakit yang digunakan didunia kedokteran. Termasuk ke dalam jenis narkotika, opioid tidak dapat digunakan sembarangan. Obat ini bekerja dengan reseptor opioid di dalam sel tubuh, dibuat dari bahan tanaman opium seperti morfin (kandian, ms contin) atau yang disentesis di laboratorium seperti fentanil (actiq, buragesic)

Ketika opioid masuk dan mengalir ke dalam darah, obat ini akan menempel pada respetor opioid di sel otak, sumsum tulang belakang, dan organ lain yang mengatur sistem saraf rasa sakit atau senang. Sel kemudian melepaskan sinyal yang meredam rasa sakit dari otak ke tubuh dan melepaskan dopamin dalam jumlah besar ke seluruh tubuh dan menciptakan perasaan senang.

Jenis opioid digunakan untuk meredam rasa sakit sedang hingga berat seperti sakit sehabis operasi atau nyeri akibat kanker dan harus dalam pengawasan ketat para dokter. Jenis obat yang termasuk ke dalam opioid antara lain; kodein, morfin,methadone,oxycodon(oxycontin), dan hydrocodone (seperti vicodin).

Oxycontin sendiri merupakan resep obat yang sangat adiktif (berbeda dari pernyataan Purdue Pharma yang mengatakan 1% less addicted). Merupakan golongan obat pereda nyeri sedang hingga kronis yang berbahan dasar oxycodon dan obat ini disalahgunakan di Amerika Serikat.

Penyalahgunaan Oxycontin banyak terjadi dikalangan remaja, penggunaan yang salah seperti menghancurkan tablet dan menghirup bubuk obat yang sudah hancur atau mencairkan dengan air kemudian menyuntikkannya ke tubuh adalah akar masalah dimana obat ini akan memberi dosis yang fatal. Pada 2010 FDA menyetujui formulasi baru Oxycontin untuk mencegah gangguan semacam itu. Purdue Pharma kemudian melaksakan perubahan formula sehingga tablet tidak langsung segera melepas oxycodon, juga jika seseorang mencoba menghancurkan obat (formula baru) ini untuk injeksi jarum suntik, cairannya akan menjadi getah.

Ini kasus terpanjang dan melelahkan bagi Amerika, bayangkan dari sejak kasus ini diusut obat ini sudah menelan begitu banyak korban, tapi keluarga Sackler pemilik Purdue Pharma adalah para setan yang tidak peduli akan berapa banyak kematian yang disebabkan obat produksi mereka, kekayaan mereka dihasilkan dari nayawa – nyawa yang melayang. Dari sini aku belajar satu hal bahwa dokter tidak mutlak menjadi penanggung jawab tubuh kita ketika kita harus mengonsumsi obat. Hak mutlak tersebut ada pada tiap – tiap individu.

Tiba – tiba aku teringat dengan kebiasaan abangku yan sering mencari satu – persatu fungsi, efek samping, hingga jenis obat tiap kali dia berobat kerumah sakit. Sebelum menelan obat yang diresepkan dokter untuknya, dia akan sejenak duduk mengetik nama – nama obat tersebut dan mulai mencari – cari di mesin pencarian. Awalnya aku fikir dia hanya buang – buang waktu dengan menunda  obat untuk masuk ke dalam tubuh dan bekerja lebih cepat, dopesick kemudian memberi persepsi lain untuk diriku pribadi.

Kasus Purdue Pharma tidak pernah mendapatkan akhirnya yang setimpal bahkan sampai hari ini. Beberapa orang yang tidak puas dengan putusan hakim masih mengajuka gugatan hukum kepada seluruh keluarga Sackler yang tidak pernah bangkrut dan dengan tegas mengatakan kecanduan massal yang terjadi di Amerika bukanlah tanggung jawab mereka.

Untuk menyelesaikan gugatan yang dilayangkan kepada mereka, Purdue Pharma setuju membayar sebanyak 4,5 Milliar Dollar. Keluarga Sackler juga melepas kepemilikan mereka terhadap obat tersebut, namun tetap saja hal ini tidak cukup untuk membuat mereka bangkrut. Mereka hanya bersembunyi dari keramaian tanpa menjual aset kekayaan mereka. Dalam persidangan anggota Sackler yang mewakili keluarga mereka hadir tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikitpun didepan puluhan keluarga korban yang mati akibat Oxycontin. Tidak satupun dari kelurga Sackler yang berhasil masuk ke dalam penjara.  

Series ini menguras habis emosimu, but trust me it’s worth to watch.

Salam hangat dari kerajaan yang jauh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE INTERN REVIEW; EXPERIENCE NEVER GETTING OLD

Photo originally from alphacoders.com Experience never getting old, quote sempurna dari film The Intern yang melekat dengan baik di dalam ke...

POpular Post