picture:https://www.instagram.com/putriazhari26/ |
Dibandingkan fashion aku lebih cenderung mengikuti
perkembangan buku. Bukan karena aku ingin terlihat pintar, sama sekali tidak.
Aku hanya ingin keliling dunia setiap saat. Pergi kemana saja yang aku mau
hanya dengan duduk santai di teras rumah. Berawal dari kebiasaan Ayah yang
sering membelikan kami majalah bobo bekas sejak abang dan kakakku kecil hingga
berlanjut padaku, rasa penasaranku tumbuh seperti tanaman rambat liar yang
melilit pagar rumahku. Setiap kali melihat buku, aku selalu menerka kejutan apa
yang ada dibalik sampulnya, apakah ada naga jahat, atau ada ledakan besar
hingga bintang – bintang berantakan di halaman rumahku nanti malam, atau
seorang Raja telah mati dan seorang Putri memperjuangkan rakyatnya?
Ketika kecil aku sering mengambil buku pelajaran
bahasa inggris kakakku yang waktu itu sudah duduk di bangku SMP (well, she 9
years older than me for sure hehehe) membuka halaman yang sama setiap malam dan
memaksa siapa saja untuk membacakannya untukku. Ada satu bagian dari dalam buku
paket bahasa Inggris itu yang memaparkan cerita seorang anak perempuan yang
bercerita soal mendapatkan hadiah sepatu baru dari ayahnya. Saat itu aku belum
biasa baca – tulis, jadi aku suka memaksa abangku (which 10 years old older
than me) atau kakakku atau bahakan ayahku (dengan kemampuan bahasa inggris yang
terbatas) untuk menceritakan cerita itu setiap hari berulang kali. Jika kau
tanya tidak bosan? Aku tidak, tapi orang yang kupaksa menceritakna cerita yang
sama setiap hari hampir mati karena bosan hahahaha.
Mengapa cerita yang sama, karna di setiap kesempatan
aku akan membayangkan visualisasi yang berbeda dalam kepalaku, jika hari ini
anak kecil itu memamakai baju warna kuning, maka visualisasi berikutnya aku
akan membuatnya memakai baju warna merah dengan rambut di kuncir kuda dan wajah
yang agak berbintik – bintik sedikit. Dan kebiasaan itu berlangsung sampai
sekarang. Saat libur dan kembali ke rumah, aku suka memilih buku yang sudah
pernah kubaca di rak buku untuk kembali di baca.
Yang kurasakan seperti ini; membaca buku persis
seperti traveling, kau berada dimana pun tokoh dalam buku pergi, kau berada
dimanapun setting cerita di tulis. Ketika kau baca buku dua orang yang jatuh
cinta di sudut kota Wales, kau akan berada di Wales sampai cerita selesai. kau
membaca buku seorang yang mengejar cinta pertamanya sampai ke Pulau
Jeju—tada—kau berada Jeju kali ini. Luar biasa, bukan? Tidak hanya itu sih, aku
suka buku karna buku tidak membatasiku untuk berimajinasi, aku bisa menembus
garis pembatas kapan saja aku inginkan.
Aku tidak bilang hal itu membuatku jadi pintar,
menjadi titisan Albert Einstein kemudian. Itu belum terjadi, tenang saja, aku
pernah menghabiskan waktuku dengan dua kali mendapat nilai D di masa kuliah
dulu hehehehehe. Dan sekarang masih belum menjadi manusia yang banyak
berpengaruh, well.. mungkin karena aku sering malas menyatakan diri. Seperti itulah
yang terjadi, aku lebih membangun dunia sendiri di dalam buku daripada berdebat
dengan topik yang tidak – tidak, jadinya aku terlihat banyak diam dimanapun aku
berada.
Mengapa buku?
Ketika masuk ke perguruan tinggi aku memilih malamar
ke jurusan Sastra Jepang. Mengapa Jepang? Simple saja, aku terlalu penasaran
dengan pola pikir, kebiasaan, dan karya sastra antar bangsa di dunia *LOL* .
Jadi, aku berfikir kau tidak akan masuk ke dalam suatu bangsa ketika aku tidak
mengusai bahasanya, dan Jepang merebut hatiku ssetelah tamat SMA. Tapi sayanya
masuk ke jurusan Sastra Jepang tidak berhasil membuatku mencintai animenya atau
mengikuti Cosplaynya. Sudah berusaha untuk Fit
in, tapi tetap saja bukan kawasan mainku Hiks. Aku hanya menikmati beberapa anime yang kurasa masuk kategoriku
seperti Ghibli misalnya(?)
Senseiku pernah bercerita, jika kau berada di Jepang
kau tidak akan menemukan satu orangpun yang tidak
membaca buku di dalam shinkasen. Membunuh bosan dengan buku, mereka tidak akan
buang waktu dengan bergosip yang tidak penting selama membaca lebih bermanfaat.
Aku langsung berdecak kagum sendirian di dalam hati. Hebat! Bagaimana mereka
bisa begitu dekat dengan buku kalangan apapun dan usia berapapun. Keterbalikan itu yang kita miliki di negara
sendiri. Kita tidak bisa atau mungkin belum bisa mengatakan membaca buku
merupakan kebiasan bangsa kita, hanya sebagian orang. Dan yang lebih anehnya,
orang yang sering memegang buku dan membacanya di tempat – tempat umum seperti
bus misalnya akan terlihat aneh dan asing (aku pernah seperti itu), pemikiran
seperti itu yang sangat kusayangkan.
Masyarakat Jepang juara dalam budaya membaca, tidak
kenal tempat dan waktu. Berdiri di dalam kereta pun mereka akan membaca. Itu salah
satu yang membuatku begitu mengagumi bangsa negeri sakura. Itu hanya salah
satu, belum lagi bicara soal disiplinnya, atau budaya keterampilannya yang
menurutku luar biasa.
Membaca itu bukan pekerjaan yang sulit kan? tidak ada
salahnya jika kita menginfestasikan waktu ke dalam sebuah buku toh nantinya
kita akan dapat hasil infestasi berupa ilmu yang dapat diterapkan ke kehidupan
sehari – hari dan manfaatnya berlangsung terus – menerus. Omong – omong belakangan
ini aku juga suka cari buku bekas. Jadi, aku pergi ke pasar loak, nyari buku
yang oke isinya buat dibaca. Lumayanlah, potongan harganya besar tapi isi
bukunya masih ok. Ini infestasiku hehehe, angan – angannya suatu hari nanti
bisa membangun rumah baca yang dapat dikunjungi orang banyak, siapa tahu dengan
begitu kebiasaan bangsa Indonesia bertransformasi mengikuti bangsa Jepang.